Tulisan ini seharusnya ditulis 2 bulan yang lalu, tapi karena saya lagi sok sibuk, akhirnya baru
punya waktu menulis kembali baru-baru ini, so here they
are cuap-cuap ngga penting dari saya :)
Entah kenapa saya ingin menutup tahun 2015
saya dengan mendaki gunung, jauh dari hingar bingar kota dan kebisingan
lalu lintas (harapan saya). Trip penghujung tahun ini lumayan sepi,
hanya 9 orang plus 3 TL (Theater Adventure) yang berangkat. Gunung Prahu
yang berdiri kokoh di Wonosobo Jawa Tengah adalah tujuan kami. Sore itu
sekitar pukul 3 sebagian besar dari kami telah berkumpul di meeting point Pool bus Sinar Jaya, Pasar Minggu. Sebenarnya bus baru berangkat sekitar pukul 4.30 namun hal itu tidak menyurutkan rasa antusias kami sore itu.
Jarak
Jakarta - Wonosobo yang kami lalui cukup panjang. Bus sempat berhenti 2
kali di tempat pemberhentian yang digunakan beberapa penumpang untuk
mengisi / mengosongkan isi perutnya. Setelah hampir 12 jam perjalanan, sekitar pukul 3 dini hari sampailah kami di terminal
Wonosobo (lumayan lebih cepat 30 menit dari itenerary). Layaknya
terminal besar antar kota, terminal ini juga tak pernah terlelap tidur. Terlihat toko-toko dan warung-warung yang menyediakan makanan masih
berjajar dengan terangnya menyambut beberapa pelanggan barunya. Sembari
menunggu angkutan yang akan membawa kami ke base camp pendakian
Patak Banteng, kami memanfaatkan waktu untuk makan dan beberapa dari
kami juga mandi (maklum diatas sana tidak ada air, jadi mandilah selagi
bisa *itu prinsip saya).
Terminal Wonosobo |
Dalam perjalanan menuju Patak banteng |
Sebenarnya ada 3 jalur pendakian ke puncak prahu yang bisa ditempuh dari 3 tempat yang berbeda; Jalur Pranten (Bawang), Jalur Patak Banteng (Wonosobo) dan jalur Kenjuran (Kendal). Patak Banteng sendiri merupakan jalur favorit yang dipilih oleh para pendaki. Robin mengestimasikan perjalanan sampai ke puncak memakan waktu kurang lebih 4 jam dengan melewati 4 pos pendakian dari Patak Banteng.
Pos 1, Patak Banteng |
Jalanan setelah melawati ratusan anak tangga |
Cukup beristirahat di pos 2, kami melanjutkan perjalanan ke pos 3. Track kali ini lagi-lagi didominasi oleh tangga naik. Tangga kebanyakan terbuat dari bambu bukan batu seperti yang terihat di pos 1. Mungkin karena kita sudah mulai terbiasa, perjalan menuju pos 3 terasa lebih ringan dari pada dari pos 1 ke pos 2 (mulai sombong :P).
Tangga Bambu |
Semangattt |
Say hiiiii |
Robin sang TL |
Track menuju pos 4 |
Istirahattt |
Serunya track pendakian |
Ramai hilir mudik pendaki |
Sampah.. ya masih dengan problem yang sama. Ketika saya melemparkan pandangan ke luar tenda, mata saya terganggu dengan sampah-sampah yang berceceran di berbagai tempat yang didominasi oleh sampah tissue dan plastik. Memang camp area gunung Prahu tidak dilengkapi dengan fasilitas toilet dan sanitasi, dan tidak ada sumber air yang mengalir juga disana. Dan saya sangat memahami buang air kecil dan air besar adalah sifat naluriah semua manusia. Dalam keadaan normal saja kita akan melakukannya setiap hari, apalagi di gunung yang udaranya dingin. First, let say thanks to wet and dry tissue founder karena permasalahan kebersihan badan tanpa air dapat diatasi menggunakan 2 benda tersebut. Namun hendaknya kita lebih bijaksana lagi dalam menggunakannya apalagi di gunung. Tissue kering memang terbuat dari bahan yang larut dalam air, namun sebenarnya tidaklah bijak jika kita samakan gunung dengan toilet flush kita yang bisa melarutkan tissue dalam sekejap. Tissue-tissue kering itu hanya akan larut ketika hujan datang dan kenyataannya tidak setiap hari kita mendapati hujan disana. Sementara hujan tak kunjung turun dan bekas-bekas tissue akan terus menumpuk karena makin banyak orang yang membuangnya dan berharap akan larut dengan sendirinya. Mengenai wet tissue yang susah larut dalam air, marilah kita sebagai manusia yang apabila belum bisa berkontribusi menyelamatkan alam, setidaknya tidak menambah kerusakan lingkungan dengan mengumpulkan dan membawa sampah kita sendiri. Jangan sampai pepatah 'Harimau mati meninggalkan belang, Gajah mati meninggalkan gading dan manusia mati meninggalkan nama' berubah menjadi 'Harimau mati meninggalkan belang, Gajah mati meninggalkan gading dan manusia mati meninggalkan sampah' disematkan kepada kaum kita.
Mengenai buang air besar, saya percaya sebagai manusia, kita memiliki moral yang tinggi untuk beretika dalam masalah buang membuang hajat ini. Ketika di gunung dan panggilan alam mengeluarkan hajat tidak bisa tertahankan ada suatu cara yang lebih beradab dengan menggali lubang dan menutup kembali jika sudah selesai daripada hanya menyamarkan 'jejak' dengan menutupinya dengan tissue. Saya tidak tahu apakah semua yang mendaki gunung mengetahui tips (lazim) tersebut, namun apabila ada yang kebetulan belum mengetahuinya mari kita sama-sama belajar dari kucing yang telah secara naluriahnya menerapkan tips membuang hajat ini sepanjang hidupnya (oh my God, I have just gave tips for defecate).
Sebenarnya larangan buang sampah sembarangan telah dipasang di sepanjang jalur pendakian dan di sekitar camp area, dengan berbagai macam variasinya mulai dari tulisan persuasif yang halus sampai dengan sarkartis. Ironisnya saya masih melihat sampah di sekitar papan peringatan didirikan. Sering saya mendapati teman yang dengan seenaknya membuang 1 bungkus permen/1 puntung rokok dengan sembarangan. Mereka beranggapan bahwa sampah yang dibuangnya adalah sampah kecil yang tidak berarti dibandingan gunungan sampah yang dapat menyebabkan banjir. Ketahuilah wahai teman, 1 bungkus permen atau 1 puntung rokok di gunung/di jalan adalah awal mula puluhan, ratusan, ribuan, jutaan bahkan trilyunan gunungan sampah. Dan kita sendiri sudah hafal dengan sifat kebanyakan penduduk bangsa ini, ketika mereka memberikan 1 excuse terhadap aturan maka kecenderungannya adalah orang akan semakin tidak merasa bersalah ketika dia mengulangi excuses itu kembali lagi dan lagi. Kebisaan dan sikap ini kebanyakan akan mudah menular dan menyebar dari satu orang ke orang lainnya. Maka marilah sekali lagi kita mendidik diri kita sendiri untuk mulai malu membuang sampah tidak pada tempatnya. Mengutip sedikit lirik lagu rude yang dinyanyikan Magic 'No still means no', dan akhirnya peraturan tetaplah peraturan yang harus ditaati dan dibuat untuk kenyamanan bersama.
Salah satu contoh ironi, sudah ada papan peringatan dilarang berkemah, tapi tetap saja ada yang mendirikan tenda disana |
Satu lagi yang menggelitik saya dalam meraih cita-cita saya untuk mengalami pergantian taun baru yang syahdu diatas gunung (walau ngga kesampaian). Ya saya tahu malam tahun baru adalah malam pergantian yang dirayakan satu tahun sekali dan mungkin sayang dilewatkan dengan tertidur. Namun ingatlah manusia adalah makhluk sosial yang memiliki kepentingan yang berbeda satu sama lainnya yang perlu kita hargai. Setelah hingar bingar perayaan, mungkin ada beberapa pendaki yang ingin tidur untuk menyiapkan tenaga turun di keesokan harinya, atau mungkin ada yang ingin merenung dan membutuhkan ketenangan. Pada hari itu sayangnya, saya tidak melihat rasa saling menghargai itu. Yang saya rasakan dan dengarkan semalaman suntuk adalah suara-suara sebagian besar remaja tanggung (ABG) yang tidak ramah di telinga dengan intonasi yang tidak normal (baca: teriak) mengganggu kenyamanan orang lain.
Di camp area |
Mengisi waktu malam dengan sesi foto dengan gaya ala kadarnya |
Camp area di waktu malam |
Menunggu sunrise |
Lautan manusia |
Sedikit wefie di pagi pertama |
Masak memasak |
Sarapan bersama |
Puncak gunung Prahu |
Hamparan bunga-bunga |
Pose sok imut |
cewek cewek kece |
Bentangan Savana |
Full Team |
Hutan cemara |
Ladang petani |
- See you when I see you -
3 komentar:
Tikachu profil picnya ganti dong. Kan skrg uda ala2 andien rambutnya. Btw foto gw dicharge yaaa. pngen liburan lagiiiii
Aku kangen naik gunung lagi mbak :(
moleh kene ojok nek Batam wae heheheheh
Post a Comment