Mengunjungi suku Baduy Luar & Dalam

Disuatu malam yang galau dan sunyi (ceilah), tiba tiba teman saya mengirimkan sebuah tautan menarik mengenai open trip ke badui dalam, hmmm.. sounds interesting. Kemudian saya mulai menghubungi beberapa teman di Jakarta raya ini, siapa tau ada yang mau ikut tapi nyatanya nihil :( (kasian ye..) karena jadwal ngga ada yang cocok. But suddenly.. praise the Lord tiba tiba juga temen saya dari Batam nanyain pengen liburan kemana gitu, nah gayung pun bersambut saya ajakin aja ikutan trip ini and then she said yes (horayy).

Meeting point disetujui di Stasiun Duri pukul 6 pagi (sebelumnya di Stasiun Tanah Abang). Kami yang tak pernah saling kenal dan saling sapa (selama ini hanya berinteraksi di group whatsapp) berkumpul dengan satu tujuan .. Baduy Dalam. Awal perjalanan ini diawali dengan kereta ekonomi KRD Jurusan Duri - Rangkas Bitung dengan harga tiket 8,000 IDR. Pagi itu suasana kereta cukup penuh sesak karena libur weekend, tapi tidak mengurangi rasa excited kita, walaupun pegel juga kadang berdiri, kadang jongkok, kadang nglesot :D yah kira2 2 jam perjalanan lah di kereta yang sempit. Having new friends has absorb our energy more than the surrounding itself. Berdasarkan pengamatan saya sendiri sebenarnya menuju stasiun Rangkas Bitung bisa ditempuh dengan KRL, tapi sayangnya Commuter Line hanya berhenti sampai di stasiun Maja, sedangkan Stasiun Rangkas Bitung sendiri masih harus melewati 2 stasiun lagi. Sesampainya di stasiun Rangkas Bitung kami dijemput oleh sebuah elf yang akan mengantar kita ke Ciboleger yah kira2 2 jam perjalanan juga. Jalanan menuju arah Ciboleger banyak yang rusak dan berlubang jadilah perjalanan kami agak2 membuat perut pusing ditambah dengan cuaca yang panas merana.

Lagi di Elf

Sesampai di Ciboleger kami sudah ditunggu teman-teman dari Baduy Dalam, ada kang Santa (yang rumahnya nanti bakal kita kunjungi), Agus, Herman, Sakiman sama satu lagi saya lupa namanya. Kami melakukan persiapan naik dan mulai jalan pukul 3 sore. Awal2 tracknya memang biasa aja dan lancar lancar saja, stamina masih okeh dan masih bisa tersenyum senang. Kemudian kami yang pada awalnya berjumlah 20 orang mulai terseleksi alam menjadi 3 atau 4 bagian sesuai dengan speed kecepatan berjalan. Orang2 baduy dalam ini luar biasa staminanya disaat kita sudah sangat lelah, mereka masih segar bugar padahal bawain ransel2 kita yang bejibun.

Ciboleger titik awal pendakian

Ini kang Santa.. kita seumuran lho ternyata
Sebelum masuk ke kampung baduy dalam, kami melewati beberapa kampung orang baduy luar dimana orang-orangnya sudah lebih maju dari orang baduy dalam. Modernisasi dapat dilihat dari cara berpakaian yang udah sama dengan kita, listrik, lampu yang sudah masuk, bahkan ada satu rumah dimana diatasnya udah dipasang solar system untuk menyerap sinar matahari. kebanyakan wanita-wanita baduy luar pekerjaannya adalah menenun, anak2 cewek kecil belajar menenun dari melihat ibu mereka kemudian akan  meneruskannya ketika mereka menjadi dewasa nanti. Kami memang hanya diperkenankan mengambil foto di baduy luar karena memang ada larangan adat untuk berfoto di area baduy dalam. Yah memang dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung dan kami hanyalah tamu yang ingin mengunjungi mereka, sehingga kita harus menghormati adat dan aturan disana. Untuk warga negara asing yang ingin mengunjungi Baduy juga hanya diperkenankan masuk sampai ke Baduy luar saja. Selama perjalanan saya sempat ngobrol sama orang Baduy dalam dan ternyata mereka sudah beberapa kali mengunjungi Jakarta, Bekasi, pernah nonton film di Central Park pula dan sampai pernah juga ke Bandung dan semua ditempuh dengan jalan kaki. Karena memang sudah peraturan adat mereka kalo kemanapun mereka pergi mereka hanya boleh berjalan kaki tanpa alas kaki (kebayang ga tuh udah berapa cm tebelnya ituh kulit kaki mereka).

Bersama ibu penenun.. tapi ibunya ngga mau diajak poto

Kain Tenun asli Baduy



Salah satu kampung di Baduy Luar




Masih di salah satu sudut kampung Baduy Luar


Sungai tempat main & mandinya anak2 baduy luar
Menjelang sore hari hujan turun dengan suksesnya dan saya cuma bawa payung bukannya jas hujan, alhasil naik turun bukit pake payung deh :P. Pas hujan turun kita berada di track terberat yaitu sebuah tanjakan dengan kemiringan sudut lebih dari 30 derajad menjulang tinggi keatas dan sangat panjang.. dengan semangat yang tersisa kami mengikuti anak2 Baduy dalam dan berhasil melewatinya walaupun agak2 kepleset2 dikit dan celana penuh lumpur. Menjelang malam sinar matahari sudah meredup dan hutan mulai menggelap dan kami masih belom sampai juga. Kelompok yang bareng saya hanya 2 yang membawa senter, 1 berjalan di belakang dan 1 punya si Herman si anak baduy dalam. Hari benar benar gelap dan kita masih harus naik turun menyebrangi sungai dengan batu2 besar, jadilah sedikit sedikit saya memanggil si Herman untuk memintanya menerangi jalan kita. Kira2 jam 7 malam sampailah kita di rumah Kang Santa. Awal mulanya niat hati ngga mau mandi karena memang sudah dibilangin bahwa kegiatan MCK akan dilakukan di sungai dan kita tidak diperkenankan membawa bahan2 kimia macam Sabun, Shampo dan lain sebagainya. Tapi ternyata  apa daya badan penuh lumpur dan basah mau gak mau kita harus mandi. Akhirnya nih cewek2 pada ngumpul dikali nyeburin diri masing2 (dan ternyata enak juga loh mandi dikali hahahha - sudah merasa menyatu gitu dengan alam). Malam harinya kami banyak ngobrol sama orang baduy dalam yang mengunjungi rumah kang Santa sambil gegoleran dan nungguin makan malem dimasak.

Di Baduy dalam terdapat 3 kampung berbeda dan mereka biasanya menikah antar orang Baduy dalam. Sebenarnya diijinkan pula mereka menikah dengan orang luar namun ketika sudah menikah mereka harus keluar dari kampung Baduy dalam (biasanya mereka pindah ke perkampungan baduy luar). Para wanita menikah rata2 usia 15-18 tahun dan prianya rata2 20 tahun. Kang Santa yang empunya rumah yang seumuran saya saja sudah punya 2 anak (sulungnya umur 4 tahun). Mata pencaharian mereka yang utama adalah berladang (ubi dan pisang), boleh menanam sayuran/tanaman lain seperti cabai, tomat dll tapi tidak boleh berlebihan *kata si Herman. Mereka hanya mengambil dari alam secukupnya saja. Orang2 Baduy dalam hanya diperkenankan memakai baju berwarna hitam/putih dan semuanya adalah hasil tenunan. Bahasa yang digunakan adalah bahasa sunda, namun generasi mudanya sudah banyak yang lancar berbahasa indonesia. Raut wajah mereka berbenda dari orang sunda kebanyakan menurut saya, sempat saya perhatikan beberapa warna kornea mata mereka coklat. Walaupun mereka tidak pernah memakai sabun dan pasta gigi, namun kulit dan gigi2 mereka bersih2 lho (mungkin karena airnya masih bagus kali ya..banyak mengandung mineral). Sebenarnya orang2 baduy dalam ini haus akan informasi terbukti ketika salah satu teman saya mengeluarkan kertas koran untuk bungkus sepatu, mereka langsung meminjamnya dan dibaca, ya beberapa dari mereka memang sudah mampu membaca dan menulis (tapi sayangnya kegiatan baca tulis tidak diwajibkan di kampung mereka).
 
Selesai makan malam kami tepar tertidur dan saya ingat salah satu teman saya dalam perjalanan bilang kalo jam 3 pagi di baduy dalam bisa lihat bintang jatuh. Akhirnya kami janjian mau stargazing bareng dan di saat yang lain sedang tertidur pulas kami bertiga bangun ke depan buat buktiin apa bintang jatuh benar2 terlihat di baduy dalam. 1 menit 2 menit sampai sepuluh menit kita tungguin dan yang muncul adalah titik2 kecil berwana hijau terbang kesana kesini.. ahhh ternyata si kunang kunang yang muncul :P. Balik lagi kita ke dalam rumah dan mulai terasa lapar jadi lah kita bertiga ngorek2 makanan yang ada trus balik tidur lagi deh (stargazing yang gagal).

Salah satu track yang masih ok

Jembatan gantung tanpa paku

Bareng Sakiman dan satu lagi lupa namanya
Kami mengambil rute berbeda untuk perjalanan pulangnya, tapi dengan track yang ya 11 -12 lah sama jalur berangkat kita. Kami melewati jembatan akar yang kata orang Baduy dibiarkan tumbuh melintang dan dengan sendirinya terhubung dengan sisi sebrang sungai. Sisa sisa hujan semalam ternyata masih meninggalkan tanah yang becek sehingga harus hati2 dalam melangkah karena jalan yang tersedia cuma setapak dan di sisi kirinya sudah langsung jurang. Track turun kami tidak melalui Ciboleger tapi langsung turun ke Cilangur. Dari Cilangur kami udah ditunggu elf yang akan membawa kami ke Stasiun Maja yang kemudian dilanjutkan ke Stasiun Tanah Abang. Such a good experiences, new friends, wonderful nature and ambience.

Jembatan Akar

Perjalanan turun
It's time to say good bye

- See you on the next Post-

CONVERSATION

2 komentar:

Cinthya said...

bisa dijemput elf gimana ceritanya? ini ikut trip gitu atau arrange sendiri?

Tikachu said...

ikut open trip mbak, kalo mau arrange sendiri juga ngga repot kok, banyak angkutan umum ke ciboleger :)

Back
to top