Papandayan Summer Camp

Keren yak judul postingan kali ini, yap kali ini setelah berhasil merayu 3 orang teman saya yang membawa temannya lagi dan setelah digabung gabungkan dengan teman yang lain terkumpulah 20 peserta untuk trip ke papandayan. Kebetulan sebagian besar dari peserta ini sudah saya kenal karena beberapa merupakan temen kuliah, temen kerja dan temen yang pernah bareng-bareng ikutan trip baduy dan ijen. Trip kali ini, kami bergabung dengan teman-teman dari MDPL Indonesia dengan TL (Tour Leader) Gani, Rizal dan Robin. Robin ini merupakan jenis cowok yang memiliki rambut yang bikin cewek2 ngiri abis, karena 2 hari ga keramas pun rambutnya masih berkilau dan rapi.. how come?? sedangkan saya dan teman saya yang rajin sisiran di gunung aja udah ga keruan rambutnya :P.

Penampakan Robin (tengah baju item) dengan rambut kecenya.. halahh
Meeting point ditentukan di terminal Kampung Rambutan pukul 9 malam. Dan setelah berhari hari ribut di group whatsapp akhirnya kami saling bertemu dan menyapa di depan salah satu convenience store di dalam terminal. Sambil mendengarkan brifing singkat dari Harris-MDPL yang kebetulan tidak bisa ikut trip ini, kami saling berkenalan untuk yang belum kenal. Pukul setengah sebelas malam kami berangkat dari Kampung Rambutan menuju Garut menggunakan bus patas (kira-kira 5 jam perjalanan).
Pukul 4 pagi kami sampai di terminal Garut, udara lumayan dingin dan sepanjang mata melihat banyak orang-orang menggendong carrier besar khas pendaki gunung. Dari Terminal Garut kami melanjutkan perjalanan ke Masjid Tarogong dengan waktu tempuh sekitar satu jam dengan menggunakan 2 angkot. Sembari menunggu teman-teman yang sedang menunaikan ibadah sholat subuh, beberapa dari kami melakukan persiapan pendakian, mulai ganti sepatu hiking sampai ganti baju. Di pelataran masjid ini udara semakin terasa dingin dan kami dapat melihat gunung cikuray dengan sangat dekat dari tempat kami berdiri. Tidak terasa matahari telah terbit dan kami harus melanjutkan perjalanan dengan menggunakan mobil pick-up ke start awal pendakian gunung papandayan. Ternyata duduk di belakang pick-up rame-rame dan melihat kanan kiri pemandangan yang  keren dengan diselimuti udara dingin pegunungan, cukup membuat sensasi tersendiri bagi saya.

Lagi di Mobil Pick-Up
Sesampainya di Camp David, yaitu titik lokasi awal pendakian, kami segera mengisi perut kelaparan kami. Banyak warung-warung makanan yang berjejer di lokasi ini. Bagi kamu yang kelupaan membawa perlengkapan pendakian, tidak perlu khawatir karena disini lengkap tersedia mulai dari matras tidur sampai dengan tracking pole. Tidak hanya menjual, para penjual disini juga menyewakan barang-barang pendakian seperti sleeping bag, matras dll untuk orang-orang yang sayang membeli karena mungkin hanya akan dipakai sekali saja. Sedikit tips dari saya untuk mengurangi beban selama mendaki, bawalah air minum secukupnya saja untuk bekal mendaki, karena di camp area kalian akan dengan mudah sekali menemukan penjual air minum.
Papandayan merupakan gunung berapi yang masih aktif dengan ketinggian 2665 mdpl. Jalur pendakiannya ramah untuk pendaki pemula dan di dominasi oleh bebatuan yang gersang. Dikarenakan cuaca yang sangat panas dan debu yang bertebaran, serta bau belerang yang menyengat so you should wear mask and use sunblock to cover your skin :). Sebelum melakukan pendakian tak lupa kami berdoa agar diberi keselamatan dan kemudahan perjalanan. TL kami membagi kelompok menjadi 3 bagian; tim pendiri tenda (Gani), tim logistik (Rizal) dan yang paling terakhir adalah tim P3K (Robin), dan kami peserta diberi kebebasan memilih mengikuti TL yang manapun sesuai dengan kemampuan masing-masing.
Camp David - Pos Awal pendakian

Track awal pendakian

Selama mendaki papandayan, melewati selangkah demi selangkah pungung-punggung tanahnya tidak pernah terasa membosankan. Di kiri dan kanan jalur pendakian kamu akan tiba-tiba melihat pemandangan yang keren, dan alhasil kamu akan sering berhenti untuk sekedar mengabadikan keindahannnya dalam kamera atau mungkin karena lelah juga sih hehehe. Mulai dari tandusnya tanah, kontrastnya warna biru langit dengan bebatuan dan tanah, beralih dengan hijaunya bukit dan kemudian tiba-tiba menemukan sungai kecil mengalir sungguh membuat kelelahanmu terbayarkan (ini menurut saya siih :P). Kalo ngga percaya ya ngga papa just come and enjoy papandayan with your own way :).

Hijaunya Bukit


Kepanasan dan istirahat bentar ye sambil numpang foto
Sungai kecil dengan air yang super segar
Masih dengan sungai  yang terasa seperti oase kehidupan di gersangnya hari-hari (lebay)
Pendakian kami memakan waktu kurang lebih 4,5 jam dengan ritme sedikit jalan dan banyak istirahat, maklum sebagian besar dari kami memang newbie di dunia pergunungan :p. Jika kalian sudah melihat jalan setapak dengan pepohon yang rimbun, berarti beberapa langkah lagi kamu akan sampai di camp area pondok saladah. Mendengar kata saladah jangan dibayangkan terdapat banyak daun selada yang biasanya dibuat pelengkap makan burger itu ya (sebenernya itu sih yang ada di pikiran saya hihi), karena kamu tidak akan menemukannya disini. Yang ada disini adalah vegetasi pohon yang entah apa namanya yang cukup rimbun (you need to google it anyway) dan banyak dahan cabangnya.  

Pertanda anda sudah dekat dengan camp area


Camp Area Pondok Saladah
Seperti yang telah saya tulis diawal, para pendaki tidak perlu berat-berat membawa air dari bawah, karena kalian bisa dengan mudahnya menemukan warung-warung lengkap dengan menu makanan yang beraneka ragam, mulai dari lontong sayur sampai dengan mie instan goreng. Segala macam jenis minuman pun dapat dengan mudahnya di temukan disini. So..jangan takut kelaparan dan kehausan asal kalian tak lupa membawa dompet saja disana. Meskipun di atas tetapi harga2 makanannya ngga jauh beda kok sama harga di pasaran.
Pondok Saladah dilengkapi dengan 6 tempat MCK dan mushola kecil yang cukup bersih menurut saya. Akan tetapi apabila dibandingkan banyaknya pengunjung yang datang dengan ketersedian MCK ini bisa dikategorikan tidak ideal. Oleh karena itu jangan terlalu mengandalkan fasilitas kamar-kamar kecil ini karena antriannya jangan ditanya pasti panjang sekali di jam-jam prime time. Jadi selalu sediakan tissue basah dan tissue kering ya untuk jaga-jaga dan harus tetap ramah lingkungan dengan membuang sampahnya di tempat yang telah disediakan.

Warung-warung di pondok saladah 
Pondok Saladah bisa dipastikan ramai jika weekend telah tiba. Banyak pendaki yang ingin beristirahat dari hiruk pikuknya ibu kota dan menggantinya dengan damainya suara alam. Semakin sore semakin banyak tenda didirikan dan pondok saladah semakin riuh oleh para pengunjungnya. Sembari menunggu tenda berdiri, kami mulai kegiatan masak-memasak dengan peralatan dan bahan seadanya. Sebenarnya kalau mau praktis bisa sih pesan saja di warungnya, tapi mumpung lagi di gunung dan lagi summer camp jadi harus totalitas donk ya coba masak sendiri walaupun cuma goreng-goreng tahu tempe dan bikin sayur sop doank sih (dengan bumbu racik pula :D). Terasa menyenangkan loh, karena merasa seperti kembali ke jaman-jaman sekolah saat mengikuti persami (perkemahan sabtu minggu).   

 
Tenda tenda tempat melepas penat
Kegiatan masak memasak kami
Menjelang sore hari beberapa teman mengajak exploring hutan mati yang terletak nggak jauh dari Pondok Saladah (kira-kira 15 menit lah kalo jalan kaki). Hutan mati ini konon dulunya adalah hutan yang seperti layaknya hutan, namun ketika gunung papandayan meletus serta mengalirkan awan panas, hutan ini terkena dampaknya dan banyak pohon yang mati sampai akarnya. Udara tidak terlalu dingin di waktu sore, karena mungkin matahari masih bersinar kali ya. Kabar baik untuk kamu yang mau kasih kabar ke orang-tercinta dari hutan mati, karena ditempat ini signal handphone kalian bisa berfungsi lagi. Dari hutan mati kalian bisa melihat kawah papandayan langsung dari atas, dengan pemandangan sekeren ini tak lupa kami banyak mengambil gambar dengan pose beraneka ragam :). Menjelang matahari terbenam, langit menggelap dan udara mendingin, kami akhirnya memutuskan kembali ke pondok saladah untuk beristirahat.


Sewaktu sore di hutan mati



Levitasi yang cukup ok bukan :)
Pemandangan yang ngga akan kalian dapatkan di kota besar

Suasana malam di pondok saladah tidak lah sunyi sepi sendiri layaknya di hutan dan pegunungan. Para pendaki yang berkemah disini sibuk dengan keriuhannya masing2, ada yang menyanyi, ngobrol, main kartu, berdiang di api unggun sambil diselimuti dinginnya udara pegunungan. Terdengar riuh namun tetap berasa ramah. Team kami sendiri menghabiskan romansa saturday night (ciyeeh) dengan berkumpul di dekat api unggun sambil sesekali bertukar cerita horor (tampak seru bukan cerita horor di gunung). Ketika malam mulai larut kami masuk ke tenda kami masing2 untuk beristirahat agar bisa bangun keesokan harinya untuk melihat sang mentari terbit.
Sebenernya saya sudah bangun sedari jam 3 pagi, malah sempet menceritakan film horor thailand yang berjudul princess (yang pernah diceritakan teman saya sewaktu di perjalanan kereta Surabaya-Jakarta) ke beberapa teman setenda saya. Ternyata cerita saya tidak membuat mereka takut sama sekali, padahal sewaktu dulu diceritai temen saya itu bisa sampai terbayang waktu tidur. Bahkan saya sudah pasang tampang seram sekali, but unfortunately it's not work for them hahaha. Setelah menunggu beberapa teman yang sedang sholat subuh dan bersiap siap, akhirnya kami berangkat dari camp area sekitar pukul 5 lebih, sudah pesimis aja sih sebenernya karena hari sudah mulai terang. But....Thanks God, sampai hutan mati ternyata kita masih kebagian pemandangan yang TOP banget ini sughoiii...


Pada suatu pagi di hutan mati

Para pemburu sunrise

Hello Sunrise...
Setelah puas melihat sang mentari pagi, kami kembali lagi ke camp area untuk mulai packing lagi. Sekitar pukul 8, Rizal salah satu TL kami mengajak ke Tegal Alun untuk melihat padang edelweis. Saya cek di itenerary ternyata perjalanan menuju tegal alun dari pondok saladah kira kira memakan waktu 1 jam (ngga terlalu jauh lah ya). Kira ada 12 orang yang ngikutin Rizal, yang lain masih sibuk packing dan akan berangkat di kloter berikutnya. Setelah melewati hutan mati sebenarnya saya melihat papan petunjuk mengarahkan berbelok ke sebelah kanan untuk menuju tegal alun, namun Rizal mengajak kami melewati jalur lain yang katanya lebih dekat walaupun agak terjal medannya. Pada awalnya sih terasa biasa ya tapi lama2 kok udah ngga ada pegangan dan sudut kemiringan sampai 90 derajat ya.. sampai-sampai si Rizal kena omel sama kita-kita karena ngga bilang medannya seperti ini, namun puji Tuhan dengan saling tolong menolong dan kerjasama team yang baik dibumbui dengan omelan-omelan sarkastik kita sama si Rizal (walaupun ngomel sebenernya kita tetep seneng sih setelah nyampe diatas) kita semua selamat sampai keatas. Dari 12 orang ini ada 4 orang mahasiswi dari lampung yang super banget energinya. Disaat kami sudah mulai kelelahan, mereka berempat masih aja semangat 45 loh, salut saya sama mereka. Sesampai diatas sempat agak tersesat juga sih kita karena mengikuti rombongan orang-orang yang ternyata mengarah kembali ke pondok saladah bukan ke Tegal Alun. Beruntung kali ini si Rizal sadarnya agak cepat sehingga kita ngga tersasar terlalu jauh. dan akhirnya perjalanan yang seharusnya memakan waktu 1 jam itu molor menjadi 2 jam yep okeh, tapi terbayar sih setelah melihat Tegal alun yang dipenuhi dengan bunga abadi ini.

Tegal Alun
Padang Edelweis
Kami yang telah melewati gunung batu itu untuk sampai disini :)
I walk in lonely road
Sepulang dari Tegal alun kami tidak melewati track awal tadi. Nah jalur pulang ini saya rasa lebih bersahabat, walaupun masih tetap curam, tapi masih banyak dahan-dahan dan akar2 pohon yang bisa dijadikan pegangan. Sesampai di camp area ternyata makan pagi telah siap dan mereka heran kenapa kami lama sekali dan tidak menemukan kami di tegal alun, padahal mereka sudah 2 kali kesana pagi itu. hmmmm tak tau mereka kita telah melewati rute yang anti mainstream dengan sedikit tersasar juga ha haiiii.
Sebelum kami turun gunung, kami sempatkan berfoto bersama dan tak lupa bersih-bersih sampah kami. Sampah-sampah dimasukkan ke trash bag besar dan dibawa turun. Saya menyukai ini karena pendaki kita sudah sadar pentingnya menjaga alam ini dari sampah. Saya juga melihat pendaki-pendaki lain juga melakukan hal serupa. Dengan perilaku seperti ini, Pondok Saladah akan tetap bersih walaupun di setiap weekend-nya selalu penuh dengan para pendaki. Memang sudah saatnya kita bersahabat dengan alam and say thanks to our mother earth by keeping it clean. 
Disisi lain saya masih melihat banyak perilaku vandalisme di bebatuan dan pepohonan di jalur pendakian. Sungguh sangat disayangkan jika kita merusak kealamiannya dengan sebaris nama yang entah itu nama kekasih, sahabat atau apa pun itu, yang seharusnya jika memang sayang cukup namanya diukir di dalam hati, diterapkan dalam pikiran dan ditunjukan dalam perbuatan saja  biar lebih greget (ahaaaiiiii).
 
Full team
-See you again in another trip-






CONVERSATION

5 komentar:

Unknown said...

mantap sist...
keep posting :D

Unknown said...
This comment has been removed by the author.
bray said...

Huaaa kerenn.. Nice pic & info tikaa 😀👍👍

kaka said...

two thumbs up tik, so whats next destination?

Tikachu said...

thanks all :) ayok jalan2 lagi kita...

Back
to top