Traveling & Teaching – Support rural education by 1000 guru


Saya berkenalan dengan komunitas 1000 guru secara tidak langsung melalui kegiatan rutin saya, scroling timeline salah satu media sosial kala itu. Tag line traveling and teaching langsung menarik hati saya menelusuri lebih dalam setiap postingan foto-fotonya. Rupanya komunitas ini aktif mengadakan kegiatan pengajaran di daerah-daerah terpencil di penjuru Indonesia. Kepengurusan per regional pun telah tersusun rapi untuk mempermudah koordinasi setiap eventnya http://seribuguru.org/

Such a brilliant idea combining traveling and teaching on one event. We’ve got a traveling also social activities and great experience on one shot and I couldn’t wait to join it. Saya dan teman saya mencoba mendaftar sebagai sukarelawan dalam salah satu event-nya di daerah Bogor. Dan ternyata kami tidak beruntung sehingga belum berkesempatan mengikuti event tersebut. Seperti kata pepatah, kesabaran lambat laun akan membuahkan hasil. Bulan Mei 2016, tim 1000 guru mengadakan event serentak seluruh Indonesia untuk memperingati hardiknas (hari pendidikan nasional) and I’m very happy being a part of them. Kali pertama saya tergabung dengan komunitas ini tanpa ada seorang pun yang saya kenal. Kami hanya saling berbincang di group whatsapp dan sekali bertemu dalam technical meeting seminggu sebelum hari H. Yeah it’s cool being on new surrounding & new experience with great young people. 

Muara Gembong, yap nama daerah yang belum pernah saya dengar. Daerah yang terletak 64 km dari pusat kota Bekasi yang harus ditempuh kurang lebih 3 jam perjalanan. Pagi itu kami diangkut menggunakan 2 truk TNI, saya ingat terakhir kali saya menaiki truk jenis ini ketika berangkat camp ospek mahasiswa baru di daerah Pacet, Mojokerto. Cukup sesak untuk menampung para relawan tapi cukup hangat untuk semakin mengenal satu sama lain..ceilehhh. Secara geografis Muara gembong termasuk dalam kabupaten Bekasi, Provinsi Jawa Barat. Kecamatan ini terdiri dari 6 kelurahan, dan keluarahan Pantai Bahagia adalah tujuan kami.

Truk TNI

Suasana di dalam truk


Truk hanya bisa sampai di kecamatan, selanjutnya perjalanan kami harus diteruskan menggunakan perahu. Pantai bahagia sebenarnya bisa ditempuh dengan jalan darat, namun karena infrastruktur jalan yang tidak memadai, akhirnya perahu merupakan moda transportasi yang paling efektif digunakan untuk mobilisasi di daerah ini. Untuk menuju TKP kami harus menempuh jarak sekitar 40 menit menuju dermaga Pantai Bahagia. Dan perjalanan tidak berhenti disini, setiba di dermaga kami melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki melewati lumpur-lumpur dan bebatuan yang cukup sukar.


Wajah bahagia dalam perahu menuju pantai bahagia

Begitu tiba langsung foto dulu
Medan yang cukup merepotkan


Sesuai schedule kami di bagi menjadi 2 kelompok besar yang akan mengunjungi dan mengajar di MI (Madrasah Ibtidaiyah) dan SDN Pantai Bahagia 04. Saya kebetulan kebagian di SDN Pantai bahagia 04 dan ditugaskan mengajar kelas 5 SD bersama 4 teman sekelompok saya. Sebetulnya kami tiba di sekolah sudah cukup siang dan telah melewati jam pulang mereka, namun dengan antusias mereka masih lengkap menunggu kedatangan kami datang dengan wajah-wajah ceria mereka. Agenda pertama adalah upacara bendera, ah sudah lama sekali saya tidak ikut upacara bendera rasanya. Upacara bendera diadakan di tengah lapangan yang becek dan tergenang air. Mata saya langsung mencari sesosok tubuh kecil bersuara nyaring di tengah lapangan begitu mendengar lantang suaranya. Yah gadis kecil itu ternyata pemimpin upacara yang bertugas di siang itu. Seperti nostalgia rasanya bisa kembali menyanyikan lagu Indonesia raya mengiringi pengibaran bendera. And I feel like falling in love again with Indonesia dan muncul sedikit keresahan dalam hati menanyakan apa ya yang sudah saya berikan ke negara saya (beuhh beratt).


Pemimpin upacara

Suasana upacara di tengah lumpur


Relawan juga ikut upacara bendera


Sebenarnya kondisi sekolah Pantai Bahagia 04 tidaklah terlalu buruk jika dibandingkan dengan tempat di pelosok Indonesia  yang lebih tidak beruntung, namun juga tidak termasuk ideal untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar. hey btw I took some photos here then why don’t you decide by yourself later. Menurut informasi teman-teman yang bertugas di MI, keadaan disana lebih tidak beruntung lagi, bangunan dan fasilitas sekolahnya sudah tidak layak untuk melaksanakan kegiatan belajar.


Atap kelasku

Ini kelasku


Kami diberi waktu 2 jam untuk berkegiatan di dalam kelas, dan kami mendapatkan tema mengajar Tata Surya. Sebenarnya bukan mengajar sih karena sebenarnya kami yang lebih banyak belajar dari anak-anak kecil itu. Fokus dan semangat yang kita bawa adalah menginspirasi dan menyemangati mereka. Menyemangati agar tidak putus sekolah dan menginspirasi mereka untuk melihat lebih luas dan mengenal dunia di luar muara gembong. Sewaktu kami di kelas, selain menyampaikan materi, kami mencoba bertanya, ingin menjadi apakah mereka sewaktu besar nanti. Kebanyakan mereka menjawab dokter, guru dan polisi seperti layaknya anak-anak SD semasa saya dulu. Yeah kids always want to be what they saw, so here is our job to inspire them that many professions outside waiting for them to be reached. Setelah sesi di dalam ruangan, dilanjutkan dengan sesi santai di luar ruangan dan pembagian sedikit donasi serta kenang-kenangan kepada anak-anak.


Antusiasme di dalam kelas

Sesi curhat santai

Senangnya dapet tas baru


Sebagai informasi, kelurahan Pantai Bahagia rutin terkena banjir rob karena abrasi air laut. Banjir ini merusak jalanan, tanah pertanian, tambak, menggenangi rumah penduduk, sekolah bahkan juga makam. Tak heran kadang anak-anak tidak memakai sepatunya karena harus melewati jalanan penuh lumpur dan genangan air yang lebih mirip danau ketika mereka berangkat sekolah. Kondisi ini tak menyurutkan tekad mereka untuk masuk sekolah tiap harinya. I think the condition made them growth tough. Air bersih dan listrik sangat terbatas, para penduduk mendapatkan air tawar dengan menampung air hujan untuk memasak, sedangkan untuk MCK mereka menggunakan air payau. Sedikit informasi yang saya dapatkan dari warga lokal disana bahwa laju perekonomian di desa ini sudah stuck sejak 1 dekade yang lalu. Banjir rob menyebabkan tanah pertanian dan usaha tambak mereka gulung tikar, susahnya akses jalan dan absennnya kepedulian pemerintah daerah pada wilayah ini juga semakin memperburuk kondisinya.


Makam yang tergenang


Lapangan Sekolah


Sore hari setelah sesi ceria bersama anak-anak dan makan siang, kami menuju ke area penanaman bakau melewati lahan pertanian yang pernah berfungsi sebagai tambak dan akhirnya berakhir dengan rawa-rawa yang tak bisa difungsikan kembali. Dengan menggunakan kapal kecil sekitar 15 menit kami menuju tempat penanaman bakau. Ikut menanam bakau berarti kamu harus rela menenggelamkan setengah badanmu di lumpur. Dan karena mengingat terbatasnya air bersih serta malas basah basahan, akhirnya saya cuma menyemangati saja dari pinggir hihihi. Ternyata bibit bakau tidak bisa ditanam di pinggiran pantai karena deburan ombak yang cukup kuat bisa menenggelamkannya. Penanaman bakau memang sedang di galakkan di sana untuk mencegah banjir rob dan abrasi. Dan tidak jauh dari tempat menanam bakau tersebut ada pantai yang indah untuk menikmati senja sore hari.


Perahu menuju lahan penanaman bakau

Menanam Bakau


Senja sore itu
 Malam harinya, kami menginap di SDN Pantai Bahagia 4 dengan akomodasi seadanya. Beberapa relawan berjuang mendirikan layar sedehana untuk acara nonton bersama di gelapnya malam dan sisa-sisa genangan air yang tak kunjung surut. Kami mengundang anak-anak SD di sekitar sekolah dan keluarganya untuk ikut menikmati hiburan sederhana ini, waktu itu film yang diputarkan adalah bay max. Mereka cukup antusias and I felt flattered one of kids in my class today recognized me and then we chit chat while watching the movie.

Layar tancep
Finally it's time for dinner, kami telah siap duduk manis memanjang menghadap nasi dan lauk pauk beralaskan daun pisang. Nikmat sekali rasanya makan seperti ini dan dengan cepat makanan tandas semua. Sebelum kami beristirahat, semua relawan dan panitia duduk berkumpul, dan dimulailah sesi perkenalan dari masing-masing kami. Perkenalan sengaja diletakan di akhir, agar kami bisa saling membaur secara alami terlebih dahulu. We all comes from various background and most of us age from early 20 until mid of 30. Kebanyakan dari kami juga baru pertama kali mengikuti kegiatan seperti ini, beragam motivasi diri diungkapkan dan if you want to know mine is… Saya hanya ingin hidup saya sedikit saja berguna bagi orang lain dan ikut sedikit berkontribusi dengan pendidikan di Indonesia. Saya sangat senang dan bangga menjadi bagian dalam event ini, karena ternyata masih banyak anak-anak muda di ibu kota dengan beragam godaan hedonisme dan kesibukan yang luar biasa masih mau menyisihkan waktu dan kepeduliannya dengan masa depan anak-anak bangsa di pelosok Bekasi. Karena saya percaya dengan pendidikan yang baik dapat merubah nasib, memperbaiki mental dan akhirnya membangun bangsa ini menjadi lebih maju.

Makan malam
Mereka

1000 guru
Keesokan hari setelah berkemas, kami mampir ke penangkaran lutung jawa di muara gembong. Selain habitat asli lutung jawa juga ditemukan beberapa burung yang dilindungi. Selesai kami berkeliling dan menikmati sejuknya daerah penangkaran, akhirnya kami kembali menuju dermaga untuk pulang ke ibu kota dengan membawa berbagai cerita dan pengalaman baru.


Hutan lindung lutung jawa
Suasana di penangkaran
- See you in another post -

CONVERSATION

2 komentar:

Unknown said...

Great story my dear sister...punya banyak pengalaman hidup itu sangat-sangat berharga dan tak bernilai. Make your life to be usefull for other people. I jealous and proud on you...

Tikachu said...

thanks sist...

Back
to top